fuad zein malizy
jakarta 30 april
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan
menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang. Segala
puji bagi allah yang telah memberikan keunggulan melebihi semesta alam dengan
ilmu dan amal. Rahmat Allah
semoga tetap tercurahkan atas nabi Muhammad SAW, sebagai
penghulu bangsa arab dan ajam, para
keluarga dan sahabat-sahabatnya yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dan ilmu
hikmah.
Fiqih itu adalah sebuah lautan yang
tidak diketahui tepinya, oleh karna itu dalam satu permasalahan saja dapat
berkembang dan bercabang-cabang menjadi sangat banyak. Dan memiliki beberapa
pendapat yang sangat ragam diantara berbagai madzhab, bahkan bisa terjadi
perbedaan pendapat diantara ulama ahli fiqih dalam satu madzhab saja. Disini
akan kami paparkan masalah perbedaan pengertian mandi serta hal-hal yang terkait dengan mandi, dalam
lingkup empat atau lima madzhab semampu kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Mandi dan Beberapa Hal yang Mewajibkan Mandi
Definisi Mandi
Secara etimologi mandi (al-ghusl) adalah mengalirnya air pada
sesuatu (perbuatanya), apabila kita mengatakan al-ghisl maka yang di
maksud adalah istilah (nama) dari sesuatu yang digunakan untuk mencuci, adapun al-ghasl
yaitu istilah yang digunakan untuk air. Sedangkan menurut tertimologi mandi
yaitu mengalirnya air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu.
Hal hal yang Mewajibkan Mandi
yaitu
keluarnya sperma, bertemunya dua kelamin, haid dan nifas, meninggal dunia, dan
orang kafir yang memeluk agama islam. Dan disini kita akan memaparkan satu
persatu tentang hal hal yang mewajibkan mandi dari pengikut 5 madzhab yaitu
Hambaliah, Syafi’iyah, Hanafiah, Malikiyah, dan Imamiyah.
1. Keluar mani
Dalill
bahwa keluarnya mani mewajibkan untuk mandi adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub maka mandilah.”
(QS. Al Maidah: 6)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
Keluarnya
air mani seseorang dibagi dua:
a. Air mani itu keluar kektika dalam keadaan bangun.
Adapun
air mani yang keluar ketika dalam kaedaan bangun selain yang di sebabkan karena
jimak, adakalanya keluar dengan merasakan nikmat dan adakalanya keluar
karena di sebabkan penyakit. Air mani
yang keluar dengan merasakan kenikmatan maka wajib mandi. Sedangkan apabila
keluarnya itu karena suatu penyakit atau terlalu keras memukul tulang sulbi dan
sebagainy, maka hal itu tidak mewajibkan mandi. Akan tetapi masing masing hukum ini
terdapat perincian dari berbagai madzhab.
Imamiah dan Syiafi’iyah : kalau mani itu keluar maka ia wajib
mandi, baik keluarnya karena syahwat maupun tidak, yang mana air mani tersebut disyaratkan betul betul berwujud
mani setelah keluarya.
Hambaliah : mereka berpendapat, wajibnya mandi itu tidak di syaratkan keluarnya mani
secara betul betul, akan tetapi syaratnya adalah orang tersebut merasa melepaskan (mengeluarkan air
maninya) baik dari tulang sulbinya (laki laki), ataupun dari tulang dadanya
(perempuan), walaupun air mani itu tidak sampai keluar dari kubulnya. Kesimpulannya
bahwa Hambaliah mensyaratkan adanya rasa nikmat, tidak mensyaratkan keluar dari
kubul, akan tetapi syaratnya yaitu, terlepasnya air mani dari tempat asalnya
Hanafiyah : merekaa mewajibkan mandi apabila air
mani itu keluar dari tempat asalnya, dan keluar dari dzakarnya dengan merasakan
nikmat.
Malikiyah : wajib
mandi apabila air mani itu keluar setelah hilangnya rasa nikmat yang biasa
tanpa nikmat.
b. Air mani itu keluar ketika dalam keadaan
tidur.
Keluarnya
air mani dari kelaminya (kubulnya) ketika dalam keadaan tidur, atau biasa
disebut ikhtilam (mimpi), maka ia wajib mandi.
Syafi’iyah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar
itu berupa air Mani atau air Mazdi, maka tidak harus mandi,
Hambaliah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar
itu berupa air Mani atau air Mazdi, maka jika sebelum tidurnya itu terdapat
sebab yang dapat menimbulkan rasa nikmat, maka ia tidak wajib mandi, dan akan
tetapi jika sebelum tidurnya itu tidak ada suatu sebab yang dapat menimbulkan
rasa nikmat, maka ia wajib mandi
2. bertemunya dua kelamin
Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh), yaitu
memasukkan kepala zakar atau sebagian dari hasyafah (kepala
zakar) ke dalam faraj (kemaluan) atau anus, maka semua ulama mazhab sepakat dengan
mewajibkan mandi, sekalipun belum keluar mani. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا ،
فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ
“Jika seseorang duduk di antara empat anggota
badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh
kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan
Muslim no. 348)
Di dalam riwayat Muslim terdapat
tambahan:
وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
“Walaupun tidak keluar mani.”
Hanafi: Wajibnya mandi itu dengan beberapa syarat; yaitu:
Pertama, baligh. Kalau yang baligh itu hanya yang disetubuhi, sedangkan
yang menyetubuhi tidak, atau sebaliknya, maka yang mandi itu hanya yang baligh
saja, dan kalau keduanya sama-sama kecil, maka keduanya tidak wajibkan mandi.
Kedua, harus tidak ada batas (aling-aling) yang
dapat mencegah timbulnya kehangatan.
Ketiga, orang yang disetubuhi adalah orang yang
masih hidup. Maka kalau memasukkan zakarnya kepada binatang atau kepada orang
yang telah meninggal, maka ia tidak diwajibkan mandi.
Imamiyah dan Syafi’yahi: Sekalipun kepala zakar itu tidak masuk atau
sebagiannya saja juga belum masuk, maka ia sudah cukup diwajibkannya mandi, tak
ada bedanya baik baligh maupun tidak, yang menyetubuhi maupun yang disetubuhi
ada batas (aling-aling) maupun tidak, baik terpaksa
maupun karena suka, baik yang disetubuhi itu masih hidup maupun sudah
meninggal, baik pada binatang maupun pada manusia.
Hambali dan Maliki: Bagi yang menyetubuhi maupun yang disetubuhi itu
wajib mandi, kalau tidak ada batas (aling-aling) yang dapat mencegah
kenikmatan, tak ada bedanya baik pada binatang maupun pada manusia, baik yang
disetubuhi itu masih hidup maupun yang sudah meniggal. Kalau yang telah baligh, Maliki: Bagi yang menyetubuhi itu wajib mandi
kalau ia telah mukallaf dan juga orang
yang disetubuhi. Bagi orang yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhi.
Bagi orang yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhinya sudah baligh, tapi kalau belum baligh atau masih kecil, maka ia tidak
diwajibkan mandi kalau belum sampai keluar mani. Hambali: Mensyaratkan bahwa lelaki yang menyetubuhi
itu umurnya tidak kurang dari sepuluh tahun, bagi wanita yang disetubuhi itu
tidak kurang dari sembilan tahun
3. karena darah haidz atau nifas
A. Pengertian Darah Haid (kotoran)
Yaitu
darah yang keluar dari rahim perempuan, yang telah sampai umur (baligh), dan di
sepakati oleh semua madzhab, jika wanita melihat bahwa pada dirinya terdapat darah
haid, maka ia wajib mandi setelah darah itu habis.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda,
فَإِذَا أَقْبَلَتِ
الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي وَصَلِّيْ
“Jika telah tiba masa haidhmu
maka tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haidmu maka mandilah kemudian
shalatlah.” (HR. Bukhari)
B. Pengertian darah Nifas
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempun
sesudah ia melahirkan anak, dan menurut semua madzhab, maka wajib
mandi.
Hanabilah : Jika ada orang yang melahirkan tanpa mengelurkan darah maka ia tidak wajib
mandi.
4. Meninggal dunia
Meninggalnya seorang muslim wajib dimandikan,
kecuali kalau Ia meninggal dalam keadaan syahid. Dan orang yang wajib
memandikan orang yang mati adalah orang yang masih hidup. Jumhur ulama
(mayoritas) menyatakan bahwa memandikan orang mati di sini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian orang sudah melakukannya, maka
yang lain gugur kewajibannya.
Dalil
mengenai wajibnya memandikan si mayit diantaranya adalah perintah Nabi SAW kepada Ummu ‘Athiyah dan kepada para wanita yang melayat untuk memandikan anaknya,
اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مَنْ ذَلِكَ
إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang
dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika
kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus
(wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939).
Hanafiah : mereka berpendapat bahwa, dalam memandikan
mayat seorang muslim itu disyaratkan hendaknya orang tersebut tidak durhaka.
5. Orang kafir yang memeluk agama islam
Mengenai wajibnya hal ini
terdapat dalam hadits dari
Qois bin ‘Ashim radhiyallahu
‘anhu,
أَنَّهُ أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Beliau masuk Islam, lantas Nabi SAW memerintahkannya untuk mandi dengan air dan
daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no.
605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ulama yang mewajibkan mandi
ketika seseorang masuk Islam adalah Imam Ahmad bin Hambal dan pengikutnya dari
ulama Hambaliah, Imam Malik, Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Al Khottobi
Hambaliah : mereka berpendapat bahwa apabila seorang kafir masuk islam, maka ia wajib mandi, baik orang itu dalam keadaan junub ataupun tidak.
B. Hal yang haram dilakukan oleh orang junub
Bagi
seorang yang junub, diharamkan melakukan suatu perbuatan yang bersifat
syar’iyah yang tergantung kepada wudhu’
sebelum orang tersebut mandi, adapun hal hal yang tidak di perbolehkan ketika
sedang junub adalah: mengerjakan shalat, thawaf, menyentuh,membawa dan membaca
Al –Quran, berikut adalah penjelasan lebih rinci.
1. Mengerjakan shalat
Semua mazdhab berpendapat
bahwasanya orang yang mempunyai hadats besar (junub) haram melakukan shalat,
baik shalaf fardlu maupun shalat sunnah.
2.
Membaca dan menyentuh Al-Quran
Diantara
perbuatan- perbuatan yang bersifat keagamaan yang tidak boleh dilakukan oleh
orang junub adalah : membaca Al-Quran, maka orang tersebut diharam membaca Al-Qur’an
apabila dia dalam keadaan junub, diharamkan juga menyentuh mushaf, apa lagi
karena menyentuh mushaf itu tidak dihalalkan tanpa mempunyai wudu’, walaupun
orang tersebut tidak junub
Malikiyah : seorang yang junub itu tidak boleh membaca
Al-Qur’an kecuali dua syarat:
Pertama : Orang tersebut membaca sedikit dari
Al-Qur’an.
Kedua : membacanya dalam dua hal, yang pertama,
dengan membaca Al-Qur’an itu Ia bermaksud untuk membentengi diri dari musuh,
dan yang kedua, dengan membaca al-Qur’an
Ia bermaksud untuk menjadikannya sebagai dalil hukum syar’i.
Hanafiah : seorang yang junub, diharamkan membaca
al-Qur’an, baik sedikit maupun banyak kecuali dalam dua hal:
Pertama : untuk memulai suatu perkara yang sangat
penting dengan menggunakan basmalah
Kedua : membaca ayat qashirah (ayat pendek) untuk
mendoakan seseorang.
Syafi’iyah : seorang yang junub itu di haramkan membaca
Al-qur’an walaupun satu huruf, bila ia bermaksud untuk membacanya, sedangkan
apabila ia bermaksud untuk dzikir, maka tidak di haramkan.
Hambalilah : seorang yang ber berhadats besar tanpa
ada suatu udzur dibolehkan membaca
Al-Qur’an yang tidak lebih dari sekedar ayat pendek, dan di haramkan membaca
lebih dari itu.
Imamiyah: Tidak diharamkan membaca al-Qur’an kecuali
membaca surat Al-Zaim yang empat walau hanya sebagian, yaitu Iqra, Al-Nazam,
Hamim Al Sajadah, dan Alif lam mim tanzil
3. Berdiam diri di dalam masjid
Bagi
seseorang yang junub diharamkan masuk berdiam diri di masjid, akan tetapi
syari’ telah memberikan (rukhshah) bagi seorang junub masuk ke dalam masjid
dengan syarat syarat yang dapat dikemukakan secara rinci menurut pendapat dari berbagai madzhab.
Malikiyah : diharamkan bagi orang yang junub untuk
berdiam diri di dalamnya atau menjadikannya sebagai jalan untuk di lewati, akan
tetapi di perbolehkan masuk ke dalam masjid dalam dua hal:
Pertama : orang itu tidak mendapatkan air untuk
mandi, kecuali di dalam masjid dan ia tidak mendapatkan jalan lain untuk dilewati
kecuali masjid
Kedua : Ia khawatir terkena penyakit dan tidak
mendapatkan tempat lain selain masjid, maka ia diperbolehkan bertayamum dan
masuk masjid hingga rasa takutnya hilang.
Hanafiyah : diharamkan pula bagi seorang yang junub
masuk kedalam masjid kecuali dalam keadaaan darurat, dan kadar darurat dalam
hal ini adalah menurut ukuran yang pantas, dan diantara hal yang di perbolehkan
seorang yang junub masuk masjid adalah bila seseorang terpaksa memasuki masjid
itu di sebabkan adanya kekhawatiran akan terkena suatu bahaya ,
Syafi’iyah : seorang yang junub atau wanita yang
sedang haid atau nifas boleh melewati
masjid tanpa berhenti, diam di dalam nya dan tidak pula mondar mandir di dalam
nya, dengan syarat masjid tersebut terjaga dari kotoran
Hambaliah : seorang yang junub boleh lewat di masjid dan mondar mandir
tanpa berhenti dan diam di dalamnya, dan juga di perbolehkan orang yang junub
tinggal di masjid dengan berwudhu’ terlebih dahulu, walau bukan dalam keadaan
darurat.
C. Macam Macam Mandi Sunah
Setelah terpaparnya hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi wajib), maka
ada pula yang dinamakan mandi sunah diantaranya yaitu: Mandi jum’at, mandi pada
hari raya idul fitri dan adha, mandi setelah memandikan mayit, mandi ihram,
mandi ketikah hendak masuk makah, mandi ketika hendak wukuf.
1.
Mandi Jumat
Dalam hadist Ibnu ‘Umar disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
من أتى الجمعة من
الرجال والنساء فليغتسل ومن لم يأتها فليس عليه غسل من الرجال والنساء
“Barangsiapa menghadiri shalat Jum’at baik
laki-laki maupun perempuan, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan yang tidak
menghadirinya , baik laki-laki maupun perempuan, maka ia tidak punya keharusan
untuk mandi”. (HR. Al Baihaqi, An Nawawi mengatakan bahwa hadits ini shahih).” Demikian
nukilan dari An Nawawi
Malikiyah:Mandi pada hari jum’at
yaitu bagi orang yang hendak melakukan
sholat jumat, walaupun sholat jumat tersebut tidak wajib baginya. Mandinya
dilakukan pada waktu fajar, dan berhubungan dengan berangkat ke masjid jami’.
Hanafiyah: Mandi pada hari jumat yaitu mandi untuk
kepentingan shalat jumat, bukan untuk kepentingan hari jum’at.
Syafi’iyah: Mandi pada hari jumat bagi orang yang
hendak menghadiri sholat jumat, waktu disunahkan mandi dari terbitnya fajar shadiq
sampai imam shalat jumat selesai mengucapkan salam.
Hambaliah: Mand itui untuk melakukan sholat jumat,
bukan atas hari jum’at.
2. Mandi pada Hari Raya ‘Idul Fitri dan Adha
Dari
Fakih bin Sa’di. sesungguhnya Nabi Saw mandi
pada hari jum'at, hari Arafah, hari Raya Fitri, hari raya Haji.(H.R.
Abdullah Bin Ahmad).
Malikiyah:
Mandi pada dua hari raya bukan hanya untuk kepentingan shalat hari raya,
tetapi juga untuk kepentingan hari raya, jadi orang yang tidak sholat ‘ied pun
disunnahkan mandi, waktu mandi yaitu mulai dari seperenam terakhir dari malam,
dan sunah dilakukan setelah terbitnya
fajar pada hari raya.
Hanafiyah: Mandi
pada hari raya yaitu untuk kepentingan shalat ‘ied, bukan untuk kepentingan
hari ‘ied.
Syafi’iyah: Mandi pada hari raya tidak hanya untuk
sholat ‘ied, tetapi juga untuk berhias
(jika ia tidak mengikuti shalat ‘ied), waktu disunnahkan mandi yaitu dari
pertengahan hari raya hingga terbenamnya matahari pada hari itu.
Hambaliyah: Mandi pada hari raya adalah
untuk kepentingan shalat ‘ieed bukan untuk kepentingan hari raya, oleh sebab
itu tidak sah baginya mandi sebelum fajar ataupun setelah shalat ‘ied.
3. Mandi Setelah Memandikan Mayat.
Malikiyah: Mandi setelah memandikan mayit adalah mandub.
Hanafiyah: sama halnya Malikiyah berpendapat mand
setelahi memandikan maayit yaitu mandub.
Syafi’iyah: Mandi setelah memandikan mayit yaitu
sunnah, baik yang memandikan itu masih dalam keadaan suci ataupun tidak. Waktu
disunnahkan yaitusetelah memandikan mayit hingga hingga hendak meninggalkanya,
yang sama hukumnya dengan memandikan mayit yaitu mentayamumkan mayit.
Hambaliyah: mandi bagi orang yang selesai memandikan
mayit adalah sunnah.
4. Mandi Ihram
Malikiyah: Mandi untuk melakukan ikhram, sampai
wanita dalam keadaan haid dan nifas pun sunnah.
Hanafiyah: Mandi ketika ihram baik ketika haji
maupun ikhram.
Syafi’iyah : Mandi ketika ihram tidak ada perbedaan
baik laki-laki, kecil atau besar (baligh), perepuan yang haid atau niaas maa
hukumnya sunah.
Hanbali: Mandi ketika hendak ihram baik pada waktu
haji maupun umrah hukumnya sunah.
5. Mandi ketika Hendak Masuk Makah
Malikiyah: mandi ketika masuk makah yaitu mandi untuk
melaksanakan thawaf. Oleh sebab itu, tidak disunnahkan (nadb) bagi wanita yang
sedang haid atau sedang nifas.
Hanafiyah: mandi ketika masuk makkah untuk
melaksanakan thawaf ziarah.
Syafi’iyah: Mandi ketika masuk makah tidak dibedakan
antara orang yang hendah ihram haji atau orang yang hendak ihram umrah atau
yang tidak menghendaki ihram sama sekali.
Hambaliyah: mandi ketika hendak masuk makah
disunahkan.
6. Mandi Ketika Hendak Wukuf
Malikiyah: Mandi ketika wukuf di arafah , maka mandi
itu disunahkan (mustahabb) bagi wanita yang sedang haidh dan nifas.
Hanafiyah: Mandi ketika hendak wukuf di arafah juga
sunah.
Syafi’iyah:
Waktu mandi ketika wukuf di arafah adalah mulai dari terbitnya fajar
sampai terbenamnya matahari pada hari arafah.
Hambaliah: Mandi ketika hendak wukuf di arafah hukumnya sunah.
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan
memngenai materi-meteri yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya
masih banyak kelemahan dan kekuranganya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kuranganya rujukan atau referensi yang ada
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Jawad mughniyah muhammad, fiqih
lima madzhab, Jakarta , LENTERA
BASRITAMA, 2004.
2.
Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin
‘Abdurrahman ad-Dimasqi, Fiqh empat madzhab, Bandung, HASYIMI, 2010.
3.
Imam Taqiyuddin Abubakar bin
Muhammad Al-Khusaini, Kifayatul akhyar, Surabaya, BINA IMAN.2007
4.
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih
empat madzhab, Jakarta, DARUL ULUM PRESS.2010
Mens Titanium Rings, 5-8mm Stainless Ring
BalasHapusThe Mens 벳 365 ring allows you to replace and replace your broken titanium titanium build for kodi ring with a ring. apple watch titanium This titanium build for kodi means that you can insert this ring or ring on your Mens rings can also be used trekz titanium pairing for free.